cekidot notes asli nya di Facebook : http://www.facebook.com/notes/hanamel-ols/ke-halal-an-oriflame/10151676742372975
Kamis, 26 April 2012
KHILAFAH ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
Nama
Dan Keluarganya
Namanya adalah Abdullah, gelarnya adalah Abu Bakar. Bapaknya
bernama Abu Quhafah. Ibunya adalah Ummul Khair, yakni Salma binti Shakhr.
Berasal dari Bani Taim, salah satu inti dari suku Quraisy. Dan nasabnya bertemu
dengan Nabi saw pada kakeknya yang keenam, yaitu Murrah bin Ka’ab.
Usia
Dan Wafatnya
Beliau dilahirkan dua tahun lebih beberapa bulan sesudah tahun gajah dan
wafatnya pada usia 63 tahun, sama seperti usia wafatnya Nabi saw. Bahkan, dia
juga wafat pada hari Senin, seperti hari wafatnya Nabi saw. Abu Bakar wafat pada tahun ke 13
Hijriyah, malam Selasa, tanggal 23 Jumadil Akhir. Ia dikubur dirumah Aisyah ra
di samping kubur Rasulullah saw.
Masa
Kepemimpinan
Masa khilafahnya 2
tahun, 3 bulan 3 hari. Pada usia 61 tahun – 63 tahun.
Sifat-Sifatnya
Dan Karakter Memimpin
® Beliau
adalah orang yang tak pernah sujud pada berhala sekalipun sebelum masuk Islam.
® Beliau
adalah orang yang tak pernah minum khamr.
® Beliau
adalah orang yang hafal nasab Quraisy.
® Beliau
adalah pedagang yang banyak mengelilingi jazirah Arab.
® Beliau
adalah sahabat dekat Nabi saw, yang pertama kali membenarkan peristiwa Isra’
Mi’raj, maka dijuluki oleh nabi Ash-Shiddiq.
® Beliau
adalah orang yang lebih memilih jaminan keamanan dari Allah swt dan sangat
yakin terhadap janji-Nya.
® Beliau
adalah orang yang sangat mudah menangis apabila mendengar bacaan Al-Qur’an.
® Beliau
adalah orang yang bersikap Wara’, tawadhu dan takwa.
Kontribusinya
Terhadap Umat
Abu Bakar meletakkan
lima kaidah di dalam khutbahnya yang mestinya diikuti oleh kaum muslimin:
a) Tawadhu
(rendah hati),
b) Membantu
jika berada di atas kebenaran,
c) Meluruskan
jika berada di atas kebatilan,
d) Menolong
orang yang terdzalimi meskipun lemah, dan menghukum orang dzalim meskipun kuat.
e) Berjihad
di jalan Allah adalah jalan menuju kemuliaan ummat.
Proses
Terpilihnya
Setelah
Rasulullah saw wafat, kaum muslimin
mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa’ida. Mereka membicarakan siapakah
sepatutnya yang menggantikan Rasulullah saw dalam memimpin kaum Muslimin dan mengurusi
persoalan ummat. Setelah diskusi, pembahasan, dan pengajuan sejumlah usulan; tercapailah
kesepakatan bulat bahwa Khalifah Rasulullah saw pertama sesudah kematian beliau
adalah orang yang pernah menjadi Khalifah (pengganti) Nabi saw dalam mengimani
kaum Muslimin pada saat beliau sakit. Itulah Ash Shiddiq - sahabat beliau dan
pendamping beliau di dalam gua, Abu Bakar ra.
Ali
ra tidak pernah menantang kesepakatan tersebut. Keterlambatan bai’at Ali kepada
Abu Bakar karena urusan yang berkaitan dengan perbedaan pendapat yang terjadi
antara Abu Bakar dan Fatimah ra mengenai masalah warisan Fatimah dari
Rasulullah saw.
Hal-hal Penting Yang Dilakukan Abu Bakar Selama
Menjadi Khalifah
Pertama:
Pemberangkatan Pasukan Usamah.
Setelah resmi menjadi Khalifah, Abu
Bakar segera memberangkatkan pasukan Usamah. Pasukan itu tertahan setelah sampai
di sebuah tempat dekat Madinah bernama Dzu Khasyab, tempat ketika Usamah
mendapatkan berita tentang sakitnya Rasulullah saw. Abu Bakar ra tidak memperdulikan
pendapat-pendapat yang mendesak agar pasukan Usamah dibekukan mengingat
tersebarluasnya kemurtadan di sebagian
barisan. Sebagaimana beliau juga tidak memperdulikan pendapat-pendapat yang
menghendaki penggatianUsamah dengan orang lain.
Abu Bakar Ash Shiddiq ra berangkat
mengantarkan pasukan yang dipimpin Usamah,
dengan berjalan
kaki. Ketika Usamah bermaksud turun dari kendaraannya agar dinaiki oleh Abu
Bakar, ia berkata kepada Usamah: “Demi
Allah, engkau tidak perlu turun dan tidak usah naik”. Selanjutnya Abu Bakar
menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak
membunuh anak-anak atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing
atau onta kecuali untuk dimakan.
Diantara wasiat yang disampaikan Abu
Bakar kepada mereka ialah,
“jika kalian melewati suatu kaum yang secara khusus
melakukan ibadah di biara-biara maka biarkkanlah mereka dan apa yang mereka
sembah.”
Kemudian secara khusus Abu Bakar
berkata kepada Usamah,
“jika engkau berkenan kuusulkan agar engkau
mengizinkan Umar untuk tinggal bersamaku, sehingga aku dapat meminta
pandangannya dalam menghadapi masalah/persoalan kaum Muslimin”.
Usamah
menjawab, “Urusannya terpulang kepadamu”. Kemudian Usamah bergerak bersama
pasukannya. Setiap kali melewati suatu kabilah yang para warganya banyak
melakukan kemurtadan, Usamah berhasil mengembalikannya lagi (kepada Islam).
Orang-orang murtad itu merasa gentar karena mereka yakin seandainya kaum
Muslimin tidak dalam posisi yang amat kuat, niscaya mereka tidak akan keluar
pada saat sekarang ini dan dengan pasukan seperti ini untuk menghadapi
orang-orang Romawi. Sesampainya di negeri (jajahan) Romawi, tempat dimana
ayahnya terbunuh, Usamah beserta pasukannya menyerbu mereka hingga Allah
memberikan kemenangan. Kemudian mereka kembali dengan membawa kemenangan.1
Kedua:
Memberangkatkan pasukan untuk memerangi orang-orang yang murtad dan tidak mau
membayar zakat.
Pasukan ini dibaginya sepuluh panji, masing-masing pemegang
panji diperintahkan untuk menuju ke suatu daerah. Sementara itu Abu Bakar
sendiri telah siap berangkat memimpin satu pasukan ke Dzil Qishshah, tetapi Ali
ra berkeras untuk mencegah seraya berkata:
“wahai Khalifah Rasulullah, kuingatkan kepadamu apa
yang pernah dikatakan Rasulullah saw pada perang Uhud, ‘Sarungkan pedangmu
dan senangkanlah kami dengan dirimu. Demi Allah, jika kaum Muslimin mengalami
musibah karena kematianmu niscaya mereka tidak akan memiliki eksistensi
sepeninggalanmu”.
Kemudian Abu
Bakar ra kembali dan menyerahkan panji tersebut kepada yang lain.2
Allah memberikan dukungan kepada
Muslimin dalam pertempuran ini; sehingga berhasil menumpas kemurtadan,
memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan memaksa semua kabilah untuk
membayar zakat.
Ketiga: Memberangkatkan pasukan
Khalid bin Walid ke Iraq, bersama Mutsni bin Haritsah Asy Syaibani yang
kemudian berhasil menaklukan banyak negeri dan kembali dengan membawa kemenangan dan barang
rampasan.
Keempat:
Abu Bakar memberikan gagasan dan memprakarsai memerangi negeri-negeri Romawi.
Setelah para sahabat dikumpulkan dan dimintai pendapat mereka tentang gagasan ini
akhirnya mereka menyetujuinya. Lalu Abu Bakar menoleh kearah Ali seraya
bertanya; “Bagaimana pendapatmu wahai Abul Hasan?”.
Ali ra menjawab, “Aku melihat bahwa
engkau senantiasa memperoleh keberkahan, keunggulan dan pertolongan – insya
Allah”. Mendengar jawaban ini Abu Bakar ra merasa sangat gembira dan Allah
pun melapangkan dadanya untuk melaksanakan gagasan tersebut.
Kemudian
Abu Bakar mengumpulkan orang-orang dan menyampaikan khutbah kepada mereka.
Dalam khutbahnya ia memobilisir masyarakat untuk berangkat jihad. Beliau
juga menulis sejumlah surat pada para gubernurnya, memerintahkan mereka agar
hadir. Maka setelah sejumlah komandan berkumpul, Abu Bakar memerintahkan mereka
agar berangkat ke Syam pasukan demi pasukan.
Abu Bakar ra menunjuk Abu Ubaidah ra
mengepalai Amir pasukan. Setiap kali
seorang Amir berangkat, beliau
melepasnya dan memberikan wasiat agar bertaqwa kepada Allah, menjaga
persahabatan dengan baik, selalu manjaga shalat berjama’ah pada waktunya. Beliau
berpesan agar masing-masing orang memperbaiki dirinya sehingga Allah menjadikan
orang lain berbuat baik padanya, menghormati para utusan musuh yang datang
kepada mereka, mempersingkat keberadaan para utusan musuh tersebut di
tengah-tengah mereka agar tidak mengetahui keadaan dan kondisi pasukan kaum
Muslimin.
Setelah kaum Muslimin berangkat
menuju negeri-negeri Romawi dan tiba di Yarmuk, mereka mengirim berita kepada
Abu Bakar bahwa pasukan Romawi bejumlah sangat besar. Kemudian Abu Bakar
menulis surat kepada Khalid bin Walid di
Iraq, memerintahkan agar berangkat menuju Syam dengan membawa separuh pasukan
yang bertugas di Iraq untuk membantu pasukan Abu Ubaidah, dan menunjuk Mutsni
bin Haristsah sebagai gantinya untuk memimpin separuh pasukan yang ada di Iraq.
Kepada Khalid bin Walid Abu Bakar juga memerintahkan agar memimpin pasukan di
Syam setibanya di negeri tersebut.
Kemudian Khalid bin Walid berangkat
dan bergabung dengan kaum Muslimin di Syam. Kepada Abu Ubaidah, Khalid bin
Walid menulis surat yang isinya:
“Amma ba’du, Sesungguhnya aku memohon kepada Allah
agar melimpahkan keamanan kepada diriku dan dirimu pada saat menghadapi
ketakutan, dan memberikan perlindungan di dunia dari segala keburukan. Baru
saja aku menerima surat dari Khalifah Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan aku
agar bergerak menuju Syam dan memimpin pasukannya. Demi Allah, aku tidak pernah
meminta hal tersebut dan aku tidak menginginkannya.
Tetaplah engkau pada posisimu sebagaimana sedia kala; kami tidak akan menolak
(perintah)mu, tidak akan menentangmu dan tidak akan memutuskan perkara tanpa
kehadiran dirimu…”.
Setelah membaca surat Khalid, Abu Ubaidah
berkata; “Semoga Allah melimpahkan keberkahan atas keputasan Khalifah
Rasulullah SAW dan mendukung apa yang dilakukan oleh Khalid”.
Sebelumnya
Abu Bakar ra telah menulis surat kepada Abu Ubaidah yang isinya menyatakan;
“Amma ba’du! Sesungguhnya aku telah mengangkat
Khalid untuk memerangi musuh di Syam. Oleh Karena itu janganlah engkau
menentangnya. Dengar dan ta’atilah dia! Wahai saudaraku, sesungguhnya aku
mengutusnya kepadamu bukan karena dia lebih baik darimu, tetapi hanya karena
aku berkeyakinan bahwa dia memiliki kecerdikan dalam berperang di tempat yang
sangat kritis ini. Semoga Allah menghendaki kebaikan
bagi kami dan kamu. Wassalam…”.
Kemudian terjadilah beberapa kali
pertempuran sengit antara kaum Muslimin dan orang-orang Romawi yang akhirnya
dimenangkan oleh kaum Muslimin. Orang-orang Romawi yang berhasil dibunuh tidak
terhitung banyaknya, sebagaimana jumlah mereka yang ditawan.
Ditengah berkecamuknya pertempuran
ini Khalid bin Walid mendapat surat yang memberitahukan bahwa Abu Bakar telah
wafat dan digantikan oleh Umar ra. Surat itu juga menyatakan pemecatan Khalid
bin Walid sebagai komandan pasukan dan diganti (kembali) oleh Abu Ubaidah.
Berita ini oleh Khalid dirahasiakan agar tidak terjadi keguncangan di kalangan
barisan kaum Muslimin. Ketika Abu Ubaidah menerima berita tersebut, ia juga
merahasiakannya karena pertimbangan yang sama.3.
Wasiatnya Tentang Khilafah Umar
Menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta pendapat sejumlah
sahabat generasi pertama yang tergolong ahli syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk
mewasiatkan Khilafah sesudahnya kepada Umar bin Khaththab ra.
Dengan demikian Abu Bakar merupakan
orang yang pertama kali mewasiatkan Khilafah sepeninggalannya kepada orang yang
sudah ditunjuk, dan mengangkat Khilafah berdasarkan wasiat tersebut.
Barangkali ada baiknya kami
kemukakan penjelasan tentang rician hal tersebut:
Ath-Thabari, Ibnu Jauzi dan Ibnu
Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum Muslimin berselisih
pendapat sepeninggal beliau, kemudian tidak memperoleh kata sepakat. Karenanya
ia mengajak mereka ketika sakitnya semakin berat agar mencari seorang Khalifah
bagi mereka sepeninggalannya.
Abu
Bakar ingin agar hal tersebut telah tuntas semasa ia masih hidup dan
sepengetahuannya.
Kaum
Muslimin belum mendapatkan kesepakatan tentang siapa yang akan menggantikan Abu
Bakar dalam masa yang singkat tersebut. Kemudian mereka mengembalikan
masalah tersebut kapada Abu Bakar seraya
berkata, “Terserah kepada pendapatmu saja”.
Saat
itulah Abu Bakar mulai meminta pedapat dari para tokoh sahabat masing-masing
secara terpisah. Ketika Abu Bakar mengetahui kesepakatan mereka tentang
kelayakan dan keutamaan Umar ra, ia pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan
bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih siapakah yang paling
layak dan tepat menggantikannya. Kepada khalayak, Abu Bakar ra meminta agar
mereka menunjuk Umar ra sebagai Khalifah sepeninggalannya. Mereka semua
menjawab; “Kami dengar dan kami ta’at”.
Atas Dasar Apa
Umar ra Menjadi Khalifh?
Mungkin ada yang menyangka bahwa
cara pengangkatan Khalifah tersebut sama dengan pemilihan calon tunggal dan
jauh dari syura yang seharusnya dilakukan oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi di
kalangan kaum Muslimin.
Jika
kita perhatikan secara seksama, sebenarnya hal tersebut didasarkan kepada syura
Ahlul Halli Wal ‘Aqdi. Sebab, Abu
Bakar tidak meminta kepada mereka agar menunjuk Umar kecuali setelah meminta
pendapat para tokoh sahabat yang kemudian secara bulat menyepakati dan
merekomendasikan Umar ra. Sekalipun demikian, pengangkatan Abu Bakar terhadap
Umar tersebut belum bisa dilaksanakan dan dikukuhkan kecuali setelah ia
berkhutbah di hadapan para sahabat dan meminta kepada, mereka untuk mendengar
dan menta’ati Umar. Lalu mereka semua menjawab; Kami mendengar dan kami ta’at.
Juga setelah kaum Muslimin bersepakat sepeninggalnya atas kebenaran tindakan
Abu Bakar dan kabsahan proses penggantian (suksesi) tersebut. Demikianlah dalil
dari ijma’ (kesepakatan) atas terlaksananya imamah melalui istikhlaf
(penunjukkan orang tertentu) dan ‘ahd (wasiat) dengan memperhatikan syarat-syarat
yang syar’i dan mu’tabarah.
1Ringkasan
dari Al Bidayah wan Nihayah
2Diriwayatkan
oleh Ibnu Katsir di dalam Al Bidayah wan Nihayah, dari hadits Abdullah bin Umar
dan Aisyah.
3Ringkasan dari Thobari, Al
Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir, dari Tarikhul Khulafa’, As Suyuti, hal 67.
Langganan:
Postingan (Atom)